Terombang Ambing

 

Sebagai manusia biasa tentu kita sering merasakan iman yang naik turun, merasa terombang ambing karena banyaknya badai kehidupan yang mendera. Aku pun sama. Aku sering mengkomparasi kehidupanku dengan orang lain dan aku tahu itu bukan hal yang seharusnya aku lakukan.

Begini, Aku merasa aku sudah melakukan apa yang menjadi kewajiban seorang hamba, aku melaksanakan semata-mata karena aku adalah seorang hamba. Pikiranku sering bertanya, kenapa aku yang mencoba dekat dengan-Nya justru mendapat banyak kesulitan? Mengapa ujian dan cobaan bertubi-tubi datang kepadaku yang mencoba untuk selalu menghamba?

Mengapa orang yang tidak menghamba hidupnya selalu enak, tidak kekurangan suatu apapun? Ahhh, lagi-lagi berprasangka buruk kepada sang pemilik takdir. Sungguh hati yang penuh dengan iri dengki. Tuhanku, Allah ku, maafkan hambamu ini yang masih saja galau perkaran urusan dunia.


Pikiranku yang kacau, tentu butuh asupan nasihat kehidupan. Lantas aku bertanya kepada siapa saja yang sekiranya akan menentramkan hati.

“Apakah kamu pernah berada di fase malas beribadah? Bagaimana cara mengatasinya?” tanyaku.

“Malas itu sebenarnya berawal dari berani. Berani mulai buat meninggalkan ibadah yang kemudian menjadi kebiasaan sampai akhirnya merasa tidak ada kewajiban untuk melakukannya. Jujur saja, aku pernah berada di fase itu juga” jawabnya panjang.

Cara mengatasinya yaitu yaitu balik ke diri sendiri lagi. Kita harus banyak mikir dan harus benar-benar melawan rasa malas” imbuhnya menegaskan.

Waaw sungguh jawaban yang sebenarnya sudah kuduga. Semua akan balik ke diri sendiri lagi.

Aku bertanya lagi dengan orang yang berbeda.

“Kenapa orang yang tidak menghamba hidupnya enak-enak saja?” tanyaku tanpa basa-basi

“Enak dalam hal harta?” Ia justru bertanya balik

“Bisa dibilang ya” jawabku.

“Betul sekali, karena harta itu diberikan kepada 2 golongan. Golongan yang beriman (Mu’min) dan golongan yang tidak beriman” jawabnya yakin.

“Kali ibadah ya ibadah saja, diniati Lillah (karena Allah). Jangan diniati yang aneh-aneh. Kalo dikasih nikmat ya disyukuri, kalo dikasih cobaan yang pasti dinikmati. Namanya aja dicoba pasti tidak lama. Latihan menerima, latihan lapang dada. Latihan nhembarke ati” jawabnya,  lagi-lagi penuh keyakinnan dan menentramkan.

Mendapat jawaban seperti itu, aku lagi-lagi terdiam, merenung. Bagaimana tidak? Sepertinya memang diriku sendiri yang bermasalah. Banyak yang harus diperbaiki dalam diriku. Keimananku, keraguanku dan ketidakpercayaanku akan takdir indah yang menantiku jika dapat melewati semua yang sudah diujikan kepadaku.

Namun, aku hanyalah manusia biasa, yang tak jarang merasa ragu. Salah besar tentunya ragu terhadap apa yang sudah Allah takdirkan. Namun, mau bagaimana lagi. Lagi-lagi aku adalah manusia lemah. Imanku begitu tipis. Maka dari itu akan sering bertanya kepada siapa saja yang memang jawabannya menentramkan.

Imanku mudah terombang ambing, tapi berusaha untuk tetap teguh meski itu tidak mudah.

Komentar