Aku sendiri pun
tidak tahu pasti apa alasannya. Aku mulai benar-benar membaca pada awal pandemi
2020 lalu. Aku masih inget dulu aku beli bukunya Mbak Kalis Mardiasih. Buku
tersebut membahas tentang isu keperempuanan. Meski aku tidak 100% setuju dengan
isi buku tersebut namun menurutku bukunya sangat oke untuk aku yang baru
belajar menyukai membaca (lagi). Bukunya berjudul Muslimah yang Diperdebatkan
dan Hijrah jangan Jauh-Jauh Nanti Nyasar.
Waktu terus
berjalan. Setelah membaca beberapa buku yang aku pinjem, ternyata aku menyukai
genre Historical Fiction. Novel Hisfic pertama yang aku baca yaitu laut
Bercerita. Mulanya aku tidak tertarik. Namun novel tersebut sering kali dibahas
di Twitter, jadi aku kepo. Setelah membacanya, tepatnya 2022 lalu aku sangat tercengang
sekaligus mengagumi karya yang luar biasa menguras isi kepala dan emosi ini.
Setelah itu aku
mencoba berjelajah dengan novel-novel hisfic atau buku apapun yang diangkat
dari kisah nyata. Kenapa? Rasanya, ketika aku membaca kisah orang lain aku merasa
menjadi memiliki emoati terhadap kisahnya meski aku tidak mengalaminya
langsung. Aku menjadi memiliki pandangan baru terhadap cerita orang lain dan
menjadi tidak mudah menghakimi kisah-kisah yang sebenarnya mungkin cukup
menggetirkan.
Aku suka HisFic
karena pelajaran sejarah di sekolah terlalu monoton. Padahal ternyata banya
sejarah yang ‘hilang’ daru buku pelajaran sekolah. Yang jika aku tidak membaca
novel, maka aku tidak akan pernah tahu.
Alasan lain aku
suka membaca juga karena aku akan mendapat banyak insight baru dari buku
tersebut. Memiliki perperktif lain sehingga otakku tidak kerdil. Biasanya
setelah membaca aku suka mengulas, menceritakan pengalamanku membaca buku
tersebut. Kadang lewat blog, Instagram dan level paling males cuma bikin story
WA.
Gairahku membaca
semakin meningkat saat aku tinggal di Jogja. Di sana ada banyak toko buku murah
dan toko buku indie yang bisa dikunjungi. Bahkan beberapa cafe yang aku
kunjungi menyediakan buku untuk dibaca pengunjung. Is Very Amazing.
Hingga pada akhirnya
aku menemukan komunitas baca buku Jogja. Aku masuk grup namun baru ikut kumpul
awal Januari 2023. Aku ingat betul. Pertama kalinya aku ikut Sunmorbook Club
(nama komunitasnya) di Warung Sastra. Sebuah toko buku yang juga menyediakan
minuman perkopian dan juga penyetan. Aku sering lihat Warung Sastra
berseliweran di beranda Instagram dan Twitterku. Akhirnya aku bisa dateng
langsung menikmati suasana toko buku inde yang menenangkan.
Aku sebelumnya
tidak punya teman yang cukup suportif dalam membaca. Jadi aku baca buku
seadanya aja dan sesukaku saja. Tak jarang aku bahkan tidak membaca sampe
berminggu-minggu. Aku lupa bahwa ternyata membaca adalah kebutuhan yang sama
pentingnya dengan bernafas, harus dilakukan setiap saat (kata Pak Cik Andrea
Hirata).
Namun setelah
bergabung dengan komunitas tersebut aku menjadi selalu menyempatkan membaca.
Sesibuk dan secapek apapun. Meski hanya dua lembar. Tidak masalah bukan?
Setelah mendapat
notif gajian, aku dengan segera menyisihkan untuk membeli buku dan itu tidak
bisa diganggu gugat. Kadang aku bingung, aku beli buku apa. Namun solusinya
cukup gampang. Tinggal buka Twitter maka aku akan menemukan banyak rekomendasi
buku yang harus dibaca minimal sekali seumur hidup. Terkadang aku beli cukup
satu buku dalam sebulan, kadang dua, tiga dan bahkan lima. Ya, April menjadi
bulan paling impulsif. Yang lain bingung beli baju lebaran, aku justru beli 5
buku padahal baru memasuki minggu kedua bulan April. Gapapa, aku senang.
Menyadur kutipan
Tan Malaka “ Selama toko buku ada, selama itu pustaka bisa dibentuk jembali.
Kalau perlu dan memang perlu, pakaian dan makanan dikurangi”, maka aku lebih
membeli buku daripada yang lainnya.
Ketika aku
membaca, hatiku rasanya damai, aku jadi sibuk sampe kadang lupa waktu atau
memang waktu berlalu begitu cepat? Kadang aku bisa menyelesaikan buku hanya 2
hari kadang juga 6 bulan. Xixixix
Namun yang pasti
aku ingin selalu merawat habit membaku yang sudah susah payah aku bangun dan
kini mulai terbentuk. Aku tidak peduli lagi dengan perkataan orang “buat apa si
baca buku” atau “membaca sama mengoleksi buku itu beda” ketika aku beli banyak
buku sekaligus.
Aneh ya
orang-orang, kita yang beli pakai uang sendiri tapi mereka yang repot. Emang
salah kalo beli buku langsung banyak? Kan pumpung diskon, dibacanya juga bisa
nanti-nanti. Bukankan tidak ada buku yang kadaluarsa? Lantas apa bedanya dengan
orang yang memborong pakaiaan saat diskon? Apakah pakaian tersebut akan dipakai
dobel sekaligus?
Bacalah yang
memang kamu suka. Kalo orang lain gak suka, ya itu urusan mereka bukan urusan
kamu. Tidak ada buku yang tidak baik. Kalo menurutmu buku itu kurang bagus,
mungkin bukan kamu pasarnya.
Yuk pilih satu buku favoritmu, dan jatuh cintalah dengan membaca.
Komentar
Posting Komentar