Entah kapan aku kembali lagi menyukai membaca. Yang aku ingat sejak pandemi awal 2020 lalu. Sepertinya buku pertama yang aku baca adalah karya Mbak Kalis “Muslimah Yang Diperdebatkan”. Meski aku tidak sepenuhnya setuju dengan beberapa bab, tapi aku sangat-sangat kagum dengan tulisan Mbak Kalis.
Laut Bercerita merupakan novel yang sempat aku remehkan untuk membacanya. Karena menurutku, covernya kurang menarik. Hehehe. Akan tetapi, banyak review dari Twitter yang menyebutkan bahwa novel karya Ibu Leila S Chudori ini menjadi salah satu buku yang wajib dibaca.
Tepat Agustus 2022 kemarin, akhirnya aku membelinya. Sebelum memutuskan untuk membacanya, aku menonton dulu video Ibu Leila di salah satu channel YouTube. Dalam video tersebut, Ibu Leila menjelaskan alasan kenapa menulis Laut Bercerita.
Dari video tersebut kemudian membawaku ke video lain yang masih tentang isi novel ini. Pak Nezar yang menjadi narasumber bercerita tentang tragedi 98. Yang membuatnya kehilangan beberapa teman-temannya.Dari cerita Pak Nezar inilah, Ibu Leila menulis Laut Bercerita.
Membutuhkan waktu sebulan untuk akhirnya selesai membaca novel yang sangat bertenaga dan cukup menguras emosi ini.
Di bagian prolog saja aku sudah meneteskan air mata yang ternyata justru mengalir semakin deras setelah menyibak lembar demi lembar, bab demi bab. Bercerita tentang perjuangan, perlawanan, persembunyian, penghilangan, penyiksaan dan penyangkalan.
Ah, lagi-lagi buku yang menyirat tentang sejarah ini membuatku semakin penasaran untuk terus mencari tahu tentang bagaimana kekejaman rezim dulu.
Tiba-tiba aku mencari tahun tentang siapa saja tokoh 98 yang hingga kini tak pernah kembali. Mencari tahu tentang siapa dalang pembunuhan Munir, Marsinah dan siapa yang menculik Wiji Thukul. Mengapa karya-karya Pram begitu dilarang semasa itu? Kenapa? Ada apa?
Begitu bobroknya bangsa ini mengurusi tentang HAM. Padahal setiap ada pemilihan presiden, para capres selalu memiliki misi untuk bisa menyelesaikan masalah HAM. Akan tetapi semua itu hanya omong kosong. Masalah HAM masih menjadi PR bagi pemerintahan bangsa yang katanya besar ini.
Laut Bercerita juga mengingatkan tentang kisah dua anak yang jadi korban salah tangkap. Yang mana dua anak tersebut disiksa, disetrum dan dipaksa untuk mengakui bahwa mereka telah membunuh. Padahal keduanya tak pernah melakukannya.
Demi mencari kambing hitam, aparat pun seenaknya memenjarakan mereka. Yang pada akhirnya mereka dinyatakan tidak bersalah.
Di novel Laut Bercerita pun tak jauh beda. Laut yang menjadi tokoh utama pun merasakan hal yang sama. Ia bersama teman-temannya disiksa, disetrum, direndam dalam es berjam-jam dan puncaknya, Laut, Anjani dan beberapa temannya tak pernah kembali hingga kini.
Sungguh miris bukan?
Masih banyak lagi kisah yang aku ingin tulis. Jadi tulisan ini akan bersambung---
Komentar
Posting Komentar