Sulung



Tulisan ini saya persembahkan untuk teman-teman saya sesama anak perempuan pertama dan seluruh anak perempuan pertama yang membaca. Menjadi anak pertama adalah menjadi sandaran kebahagiaan orang tua. Ekpektasi yang begitu tinggi dari orang tua membuat kita bekerja keras untuk menggapai angan itu. sebelum kelahiran si bungsu, ia menjadi satu-satunya tempat luapan kasih sayang orang-orang sekitar. Namun setelahnya, dunia seakan berubah. Kasih itu harus dibagi, bahkan dipangkas sepenuhnya. Kini ia hanya manusia yang penuh penyesalan menjadi anak perempuan pertama. Tapi siapa yang harus disalahkan? Tidak ada! Dan tidak ada jalan lain selain berdamai dengan keadaan. Menjadi sulung atau bungsu bukanlah kendali manusia, sepenuhnya hak Tuhan. Ketika Tuhan menjadikanmu anak perempuan pertama, maka Ia tentu juga menciptakan bahu yang kuat, hati yang tulus, dan sabar yang tak terbatas untukmu juga. 
Sebagai si sulung, aku begitu merasakan banyak kebahagiaan pun penderitaan dan penyesalan dalam waktu yang bersamaan. Waktu kian berlalu, ketika sulung bertumbuh dewasa kini ia mengerti bahwa dirinyalah satu-satunya penopang kebahagiaan keluarganya. Begitu banyak yang ia harus lakukan untuk itu. Bekerja keras, memutar otak, memeras keringat ia sanggup lakukan. Aku mendapatkan perlakuan yang berbeda dari orangtua sejak adiku lahir, dan bahkab sebelum ia lahir aku merasakan begitu banyak perubahan dalam hidupku. Anak pertama memang harus selalu ngalah dengan sang adik. Menjadi anak tidak boleh membantah apapun yang menjadi pilihan orangtuanya. Aku, dan mungkin banyak anak perempuan pertama yang merasakan hal itu. 
 Kau harus ikut andil dalam segala hidup adikmu. Kau punya satu roti, maka kau harus membagi juga untuknya. Sedangkan saat ia punya sesuatu, maka sepenuhnya untuk dia. Ketika ia menangis saat terjatuh, maka si kakak yang akan dimarahi habis-habusan untuk kesalahan yang ia tak pernah perbuat. Dan itu menjadikanmu sangat membenci orangtuamu hari ini. Itu yang terjadi pada diriku. Yang lebih menyebalkan dari itu, ketika bungsu meminta segala sesuatu maka orangtua berjuang sangat keras untuk bisa memenuhi keinginannya. 

Berbanding terbalik jika kamu yang ingin, maka dirimu sendirilah yang harus berjuang untuk mendapatkan sesuatu itu. begitulah hidup si sulung yang menyedihkan. Segala pekerjaan rumah, tanggung jawab mengurusi adik, semua disematkan di bahumu. Belum lagi nanti, biaya sekolah adikmu juga akan menjadi tanggung jawabmu. Kamu seakan bukan manusia, tapi robot hidup yang dipelihara. Harus selalu nurut dan tidak boleh membantah. Untuk seluruh anak perempuan pertama, bagaimana pun kau harus selalu kuat, tabah dan semangat. Kau harus buktikan kepada selurh dunia terlebih pada dirimu sendiri bahwa kamu bisa! Saat semua tak percaya kepada kemampuanmu, yakinlah bahwa tangan Tuhan akan menolongmu. Jangan menjadi manusia yang pendendam. Keluarlah dari lingkaran setan yang membelenggu itu! stigma masyarakat bahwa anak perempuan harus pandai memasak, harus bisa merawat sang adik dan orang tua, harus nurut dengan suami, harus cantik, dan harus harus yang lain tidak perlu kau gemingkan. 
 Hiduplah sebagaimana perempuan yang merdeka. Bebas berekspresi dan melakukan apapun tapi tidak lupa dengan tanggungjawabnya. Tak sepenuhnya apa yang menjadi kultur masyarakat harus kau ikuti. Kau punya hak atas dirimu sendiri. Berjalanlah pelan asal punya tujuan pasti. Kepada semua anak perempuan, semangatmu kadang runtuh oleh omong kosong orang lain yang tak berpikir terlebih dahulu saat berbicara. Kesabaranmu diuji ketika hidup di tengah masyarakat dengan berbagai permasalannya. Tapi itu semua bukan menjadi kendalimu, jadi tidak perlu diambil hati. Yang tahu bagaimana dirimu adalah diri kamu sendiri. Ingat, perempuan adalah mutiara. Ia manusia suci. Mungkin pernah kamu baca ata dengarkan ceramah ustaz yang mengatakan bahwa perempuan adalah sumber fitnah. Mungkin ustaz itu lupa bahwa dia lahir dari rahim perempuan. Kiranya begitu panjang jika dibahas. Sekian tulisan ini, ingatlah bahwa perempuan harus saling membersamai. Terimakasih.

Komentar