Getirnya Skripsian Di Rumah

sebuah usaha mencari wangsit kala otak dan hati semprawut



Haloo teman-teman mahasiwa angkatan 2017? Masih sehat apa sudah stress? Masih kuat bertahan kan? Harus kuat. Kamu tidak sendiri, di luar sana masih banyak yang seperti kamu dan bisa saja lebih parah. Aku tahu bagaimana rasanya menjadi mahasiwa akhir, karena sekarang aku juga sama seperti kalian. Beban di pundak begitu berat, tuntutan begitu banyak, tapi tidak ada pilihan selain berdamai dengan keadaan.

Pandemi merubah segalanya. Ekonomi, pendidikan, sosial budaya bahkan sampai politik. Sudah setahun lebih namun kasusnya semakin melonjak tak ada habisnya. Hmm, salah siapa? Sudahlah berhenti menyalahkan siapapun. Kita nikmati saja keadaan yang menjadikan kita kuat dan tangguh ini.

Aku bingung memulai cerita getir perskripsian ini darimana. Semua rasanya ingin aku ungkapkan lewat tulisan ini sebab memang aku enggan bercerita kepada siapapun. Bukan karena aku tidak punya teman akrab, hanya saja rasanya percuma, bercerita kepada mereka yang sulit mengerti kondisi kita. So, lebih baik nulis untuk diri sendiri.

Jujur aku begitu stress ketika harus skripsian di rumah. Awal kemunculan Covid-19 dan ada kebohongan besar yaitu libur 2 minggu yang ternyata sampai hari ini aktivitas pendidikan masih online, duh mau nangiss. Waktu masih anget-angetnya sedikit seneng karena kuliah dari rumah, tidak menghabiskan uang. Lama-lama ternyata sungguh sangat menyiksa hati dan pikiran. Tidak dapat uang jajan, harus melakukan pekerjaan rumah yang seakan tiada habisnya. Membantu orang tua, yang kalo nolak sedikit pasti dikira durhaka dan disumpahin kuliahnya tidak bakal barokah. Allahu Akbar. Teman-teman yang lain tentu merasakan hal yang sama.

Sudah di fase skirpsi, dimana pengerjaan membutuhkan waktu, tenaga, pikiran dan tentunya dana yang tidak sedikit. Semua aspek kehidupan mempengaruhi cepat atau lambatnya skripsi selesai menuruku. Lingkungan harus mendukung, teman harus supportif, keluarga harus kooperatif dan tentu dana juga harus ada. Jika salah satu atau beberapa dari mereka tidak ada, wahh sungguh tidak bisa dibayangkan betapa sulitnya perskripsian hamba.

 Aku merasakan sendiri bagaimana perskripsian yang sungguh getir ini. Teman-teman yang banyak membagikan momen sempro dan bahkan wisudanya di media sosialnya sungguh membuatku sangat insecure pada awalnya. Merasa bersalah pada orang tua dan tentu menyalahkan diri sendiri kenapa kamu terlambat dari yang lain? Konflik batin sering terjadi yang justru membuatku tak ada gairah untuk mengerjakan skripsi bahkan sekedar membuka laptop sudah kehilagan semangat. Rasa insecure yang terus menerus menggerogoti hati membuat hidupku semakin tak karuan. Hingga aku menemukan waktu dimana Oke, aku bakal berubah karena aku tidak bisa hidup begini terus.

Aku memulai dengan berdamai dengan diri sendiri. Tidak peduli dengan pencapaian orang lain, bodo amat dengan omongan yang tidak membangun, menghindari teman toxic dan beberapa aku hapus mereka dari kontak whatsappku. Sorry, but ini adalah pilihan hidupku! Aku tidak pernah keluar dari rumah bukan karena ansos, tapi lebih kepada menghindari pertanyaan basa-basi yang sangat basi seperti “ sudah semester akhir ni, bentar lagi lulus, udah punya pacar belum,” dan pertanyaan lain yang sangat tidak enak didengar mahasiwa akhir. Hidup di desa memang toxic banget menurutku. Orang-orang dengan sia-sia mengurusi hidup orang lain daripada hidup mereka sendiri. Ini adalah salah satu alasan kenapa aku terlambat mengerjakan skripsi ya karena lingkungan yang tidak mendukung. Kalo ada yang nyinyir, ah itu mah emang kamu aja yang males. Gini sobat, mungkin kamu hidup di lingkungan yang sehat jadi tidak pernah merasakan gimana pedasnya mulut tetangga saat nyinyir. Kamu juga mungkin belum tau rasanya jadi bahan omongan karena kamu terlalu lama tidak keluar rumah, atau digibahin karena pulang larut malam. Hidup di lingkungan yang menuntutmu untuk selalu sempurna dan baik-baik saja justru membuatmu tidak menjadi dirimu sendiri.

Sebab keterlambatanku mengerjakan skripsi adalah minimnya suport keluarga. dituntut lulus cepet tapi tidak disokong baik moril maupun materiil. Aku memang tidak pernah bercerita kepada keluarga tentang keluh kesahku tentang dunia perkuliahan. Karena ya, percuma. Tidak ada yang benar-benar mengerti. Jadi yasudah, kupendam sendiri, stres sendiri, tiap malem nangis sendiri. Tidak apa, selalu percaya bahwa Allah adalah maha baik yang tidak membebani hambanya diluar batas kemampuannya.

Teman-teman? Oh ini juga berkontribusi dalam pengerjaan skirpsweet ini. Semua teman dekat pun merasakan sulitnya mengerjakan skripsi di rumah. Tentu keluhannya hampir sama. Bosan, tertekan,stress, bingung. Ada yang di rumah menjadi babu tapi tidak dibayar seperti aku ini yang waktunya habis untuk mengerjakan pekerjaan rumah dan tidak ada luang hanya untuk sekedar mengintip jurnal yang sudah terkumpul untu referensi. Gapapa frend, niatkan semua perbabuanmu membantu orangtua, supaya Allah beri hidayah kepada semua orangtua yang anaknya sedang skripsi di rumah supaya mereka sadar, anaknya sedang berjuang meraih mimpi di masa depan. Ammiin paling serius.

Teman-teman dekat justru tak pernah bercerita tentang progress skripsi mereka, karena kita tau bahwa skripsi adalah milik masing-masing. Mereka hanya saling menyemangati satu sama lain, saling menguatkan tanpa pernah bertanya “sampai mana skripsimu?” atau justru bilang “ cepet kerjain skripsimu’. Hey, siapa anda? Tanpa disuruh aku tau kapan mengerjakannya. Pernah suatu malam sekitar jam 11 malam, ada pesan masuk tanpa salam tanpa menyebut nama dengan pesan yang sensitif “Proposalmu tekan ndi” . Hah? Kaget dong. Temen gak deket banget tiba-tiba wasap begitu tanpa fa fi fu, hee cok anda siapaa heeyyy?? Emosiii aku frenn.. tapi yausdahlah, tanpa kubalas karena malas meladeni manusia yang tak punya etika.

Teman memang begitu berpengaruh kepada kehidupanku. Semenjak pandemi aku merasa kehilangan tempat untuk bercerita makanya aku lebih sering berkeluh kesah di twitter. Mereka punya kesibukan sendiri, waku temu terbatas, pun saat bertemu lebih sering main hp sendiri. Ini sungguh hal yang miris. Aku begitu rindu masa dimana kita saling bertukar cerita. Kini untuk sekedar menyapa harus mikir ribuan kali karena takut mengganggu aktivitasnya. Apalagi saat aku berkirim pesan beberapa kali tidak dibalas. Mungkin sibuk, pikirku. Tapi kupikir juga tidak ada manusia yang selalu sibuk 24 jam. Oh tidak papa. Aku harus memaklumi perubahan pada beberapa temanku.

Berdamai dengan diri sendiri harus bisa menerima semua keadaan. Lingkungan, keluarga dan pertemanan yang berubah mau tidak mau harus kita alami. Suka tidak suka harus menerima. Sekarang aku lebih berpikir lebih banyak untuk diri sendiri, tanpa harus memikirkan apa yang jaddi penilaian orang lain tentang diriku. Tetangga mau nyinyir, ya monggo, temen mau pergi ya silahkan.

Sudah, aku sudah di fase yang tidak peduli kepada siapapun. Selalu memberi afirmasi kepada diri sendiri bahwa aku tidak pernah terlambat dari siapapun, aku tepat waktu untuk diriku sendiri. Kutipan dari Hindia paling favorit “Hidup tidak untuk saling mendahului, bermimpilah sendiri-sendiri”. Semua orang punya masanya, dan setiap masa ada orangnya. Percaya pada usaha diri sendiri sangat perlu. Kala aku sedang berada di titik rendah dalam mengerjakan skripsi, ku teringat cerita tentang Nabi Zakariya dan Siti Maryam. Dua kisah keajaiban yang Allah berikan kepada hambanya tatkala itu mustahil dalam pikiran manusia. Allah selalu berkata “Hayyin” (Mudah) bagi Allah. Jadi sebisa mungkin tidak putus Asa. Zakariya pun berkata bahwa Ia sama sekali tak pernah kecewa saat berdoa kepada Allah Swt.

Kepada teman semua yang sedang skripsi, semangat ! kita sama-sama berjuang dengan cara berbeda. Sudadi scroll media sosialmu hanya untuk melihat pencapaian orang lain lalu membuatmu insecure. Sepatuku mungkin tidak pas di kakimu, pun sebaliknya. Jadi stop membandingan dirimu dengan orang lain. Semua orang memiliki proses sendiri. Aku tak akan menyuruhmu segera menyelesaikan skripsimu, karena yang tau kapasitasmu adalah dirimu sendiri. Ku hanya berpesan, jangan pernah menyerah, istrihatlah ketika lelah lalu jalan pelan-pelan.

Semangat ya semua. Peluk jauh. Semoga Allah senantiasa melancarkan urusan kita.

 

Salam.

Komentar