Artikel KKN

 DAMPAK COVID-19 BAGI KESEHATAN MENTAL MASYARAKAT

Oleh : Safira Kholilia Rahma, Komunikasi dan Penyiaran Islam

Coronavirus disease 2019 atau dikenal dimasyarakat dengan sebutan COVID-19 saat ini menjadi pandemi hamper di seluruh negara di dunia. Adanya wabah pandemi ini menyebabkan dampak bagi kita. wabah ini memiliki dampak negative pada kesehatan fisik dan psikolgis bagi individu dan masyarakat.

Who memperingatkan bahwa kesehatan mental telah diabaikan dalam krisis, merujuk pada survey yang dilakukan antara Juni dan Agustus yang mengungkapkan gangguan parah pada layanan di 93 negara.

Sebelum pandemi, Negara-negara menghabiskan kurang dari dua persen dari anggaran kesehatan nasional mereka untuk kesehatan mental, dan berjuang untuk memenuhi permintaan, karena adanya pandemic terjadi peningkatan yang secara dratis.

Pembatasan sosial atau social distancing dan kecenderungan yang rentan, himgga rentan terjadinya kekerasan dalam keluarga berpengaruh kepada kesehatan mental karena manusia harus adaptasi kebiasaan baru. Jika sebelum pandemic biasa berinteraksi secara langsung, situasi saat ini menyebabkan kita tiba-tiba harus batasi interaksi.

Menurut Brooks dkk. (2020) selama pandemic ini kita dapat merasakan dampaknya diantaranya gangguan stress pascatrauma (post-traumatic stress disorder), kebingungan, kegelisahan, frustasi,ketakutan akan infeksi, insomnia dan merasa tidak berdaya ini ang merupakan kasus kecil dari dampak negatif adanya pandemic COVID-19.

Dampak kedua selama pandemi adalah penggunaan internet meningkat. Sebab, pembatasan sosial membuat internet sebagai bagian penting aktivitas masyarakat sampai menimbulkan candu, yang salah satunya karena seseorang sering mencari informasi terkait Covid-19. Selain adiksi internet, masalah ketiga fenomena kecanduan terhadap gim daring. Sebab, kondisi memaksa kita harus banyak beraktivitas di rumah, menjadikan waktu untuk menyalurkan hobi bermain gim daring menjadi lebih banyak.

Menurut beberapa psikiatris dan psikolog mencatat hampir semua jenis gangguan mental ringan hingga berat dapat terjadi dalam kondisi pandemic ini. Bahkan kasus xenofobia dan kasus bunuh diri pun mulai bermunculan karena ketakutan terinfeksi virus.

Pada awalnya semua gangguan kesehatan mental diawali oleh perasaan cemas (anxiety). Menurut Sadock dkk (2010) kecemasan merupakan hal yang normal terjadi. Kecemasaan terjadi dari terjadi saat situasi mengancam sebagai stimulus yang berbaya (stressor).

Tingkatan kecemasan bisa bertambah dan menjadikan seseorang lebih waspada (aware) terhadap suatu ancaman.  Sesorang akan melakukan pertahanan diri (self defence) apabila ancaman yang diterima dinilai berbahaya sedangkan saat ancaman yang diterima tidak berbahaya maka kita tidak perlu melakukan pertahanan diri (self defence).

Dalam masa pandemi COVID-19 kita perlu mengelola tingkat kecemasan dengan baik sehingga tetap memberikan awareness namun tidak sampai meninggalkan kepanikan yang berlebihan atau gangguan kesehatan kejiwaan yang lebih buruk.

Reaksi kecemasan akan berbeda pada setiap individu. Untuk sebagian orang reaksi kecemasan tidak selalu diiringi oleh reaksi fisiologis. Namun pada orang-orang tertentu, kompleksitas respons dalam kecemasan dapat melibatkan reaksi fisiologis sesaat seperti detak jantung menjadi lebih cepat, berkeringat, sakit perut, sakit kepala, gatal-gatal dan gejala lainnya.

Setelah seseorang mulai merasakan kecemasan maka sistem petahanan diri selanjutnya akan menilai kembali ancaman diiringi dengan usaha untuk mengatasi, mengurangi atau menghilangkan perasaan terancam tersebut. Sesesorang dapat menggunakan pertahanan diri (defence mechanism) dengan meningkatkan aktifitas kognisi atau motorik.

Kecemasan dapat terjadi berasal dari presepsi terhadap peristiwa yang tidak terkendali (uncontrolled) sehingga individu akan focus pada yang terkendali (Shin & Newman, 2019). Dalam konteks pandemi ini contoh tindakan yang terkendali yang dilakukan antara lain berolahraga, meditasi, melukis, bermain musik, berkebun, memasak, membaca buku, menonton film, dan lain sebagainya. 

Berbagai aktivitas tersebut sesuai dengan ketertarikan dan kemampuan individu sebagai strategi yang tangguh dan protektif untuk mengatasi stress, kecemasan, dan panik (Wood&Ringer, 2016). 

Tahapan terakhir yang dapat kita lakukan dalam mengalami kecemasan yaitu menemukan solusi (coping) dengan bentuk pertahanan diri seperti rasionalisasi. Rasionalisasi tidak dimaksudkan agar tindakan yang tidak massuk akal dijadikan masuk akal, akan tetapi merasionalkan.

Rasionalisasi tidak dimaksudkan untuk “membujuk” atau memanipulasi orang lain, melainkan “membujuk” dirinya sendiri agar dapat menerima keterbatasan diri sendiri. Contohnya pegawai pada masa pandemi ini melakukan kerja dari rumah (work from home) akan melakukan rasionalisasi bahwa memiliki kinerja yang kurang optimal. Bekerja di rumah di masa pandemi bukan sekedar pindah ruang kerja. Rasionalisasi ini bukan untuk orang lain, tapi untuk dirinya sendiri, sebagai upaya menjaga kesehatan mental diri sehingga tidak menimbulkan frustasi, rasa bersalah, dan perasaan tidak berdaya.

Beberapa tips dalam menjaga kesehatan mental adalah mengurangi menonton, membaca atau mendengarkan berita yang membuat kecemasan meningkat. Carilah informasi dari sumber-sumber terpercaya dan utamakan membuat rencana praktis melindungi diri dan orang-orang terdekat. Usahakan mencari berita hanya 1-2 kali dalam satu hari dan pada waktu yang spesifik. Banyaknya terpapar misinfodemik mengakibatkan kesalahan dalam strategi coping yang diambil. Misinfodemik merupakan istilah yang digunakan untuk misinformasi yang berkontribusi terhadap penyebaran penyakit dan cukup lazim untuk COVID-19.

Di masa pandemi ini mencari informasi terkait menjaga kesehatan mental dimedia online salah satu langkah yang positif. Dalam mencari informasi melalui media online hendaknya kita memilih situs jaringan kesehatan mental yang valid dan terpercaya seperti WHO, Kementerian Kesehatan, biro konsultasi psikologi atau sumber-sumber yang bersifat keagamaan/religius.

Meninggatkan kembali bahwa dengan adanya COVID-19 sangat berpengaruh untuk kehidupan manusia terutama untuk kesehatan manusia, baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental manusia. Keshatan mental manusia dapat berpengaruh dengan adanya pandemic covid-19 karena saat pandemic ini kita terhalangi oleh pembatasan sosial karena manusia harus adaptasi kebiasaan baru. Jika sebelum pandemic biasa berinteraksi secara langsung, situasi saat ini menyebabkan kita tiba-tiba harus batasi interaksi.

Pandemic ini berdampak membuat kebingungan, kegelisahan, frustasi,ketakutan akan infeksi, insomnia dan merasa tidak berdaya, kecanduaan internet, kecanduaan gim online bahkan xenophobia.

Komentar