Rivalitas Pejabat Menangani Kasus Covid-19

Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa (sumber:twitter)
Pemerintah provinsi dan pemerintah daerah harusnya saling bersinergi dalam menangani kasus pandemi ini. Namun pada kenyataannya ada beberapa pejabat pemerintah yang justru bersaing, membuat masyarakat bingung. Salah satunya adalah tidak sejalannya antara pemprov Jatim dan pemkot Surabaya. Ya, pagi ini (30/5) trending twitter adalah berita bu Risma tentang mobil tes PCR yang dibajak oleh pemprov Jatim. Dalam sebuah video di twitter terlihat bu Risma marah dan menangis sembari berkata “nanti saya dikira gak bisa kerja”. Rivalitas antara Khofifah Indar Parawansa dan Tri Rismaharini terjadi tidak hanya sekali ini saja. Kejadian yang sama juga terjadi pada reagen PCR. Risma telah meminta kepada menkes untuk mengirimkan reagen PCR untuk Pemkot Surabaya, mengingat Surabaya adalah zona merah pekat. Pada kenyataanya reagen PCR itu diambil alih oleh pemprov yang malah dikirimkan ke daerah lain. Risma saat itu marah namun masih diam, kemudian beliau meminta kembali, namun jumlah yang diberikan oleh gugus tugas tidak sesuai jumlah yang diminta. Pada kasus mobil tes PCR ini amarah Risma tak terbendung lagi, hingga beritanya trending dibeberapa portal berita. 
Hal ini jelas membingungkan masyarakat Jatim. Terlihat jelas bahwa tidak ada keharmonisan antara keduanya. Jika sudah begini yang dirugikan adalah rakyat. Harusnya para pejabat bahu membahu tanpa haus saling menjatuhkan satu sama lain, mengingat kasus pandemi sampai hari ini terus terjadi peningkatan pasien positif. Masyarakat Jatim sendiri tentu bisa menilai kinerja pejabatnya. Siapa yang bergerak cepat, dan siapa yang hanya menyabotase kebijakan.
 Rivalitas pejabat terjadi tak hanya di pemerintahan Jatim saja. Jika kita lihat beberapa waktu yang lalu Jokowi dan Anies Baswedan juga terlihat tak sejalan dalam mengambil kebijkan penanganan Covid-19. Entah memang keduanya tak sepemikiran atau hanya framing media yang membuat keduanya seakan berbeda arah. 
Dalam situasi yang seperti ini rakyat butuh sekali gerak cepat pemerintah untuk menangani pandemi ini, tapi pejabat yang menjadi wakil mereka malah bersaing merebut simpati. Tidak usah saling berebut eksistensi, jika pejabat bekerja dengan baik dan benar tentu rakyat bisa menilai sendiri. Masyarakat sekarang juga sudah cukup cerdas, tidak perlu menjadi kanak-kanak untuk mendapat tempat dihati mereka.
Ayolah para pejabat pemerintah. Kita sama-sama bekerja sama agar kasus ini selesai. Masyarakat sudah rindu beraktifitas seperti biasa. Bukan waktunya mencari siapa yang terbaik, bukan waktunya mencari suara rakyat karena pemilu masih jauh. Tidak perlu saling membunuh karakter satu sama lain. Ya tapi namanya pejabat pasti ingin terlihat baik dimata rakyatnya hingga segala cara dilakukan.
Media juga sangat berpengaruh terhadap kepercayaan rakyat terhadap wakilnya yang duduk di pemerintahan. Banyaknya media yang menggunakan teori framing menambah pusing masyarakat. Ditambah lagi berita di media A dan media B kadang berbeda. Hal ini lumprah terjadi karena konten berita dipengaruhi siapa pemilik media tersebut, seberapa dekat dengan pemerintah, politik siapa yang dianut dan masyarakat apa yang didukung. 
Semoga dengan begitu bisa menambah kecerdasan masyarakaat dalam berliterasi, tak mudah termakan opini yang tak pasti dan mampu mengambil langkah bijak dalam menyikapi.
Sekian dan terimaksih. Semoga bermanfaat..

Komentar