Polemik Cadar, antara Islam dan Budaya Arab
Akhir-akhir ini kita dikejutkan dengan pernyataan
menteri agama yang baru saja dilantik tentang adanya pelarangan penggunaan
cadar dilingkungan kemenag. Tentu ini menjadi pro kontra dalam masyarakat.
Adanya perbedaaan pendapat tentang penggunaan cadar oleh madzhab Maliki dan
Syafi’i seharusnya bisa dihormati oleh semua pihak. Imam Maliki menyatakan
memakai cadar hukumnya sunnah, sedangkan imam Syafi’i mewajibkan wanita
bercadar ketika bertemu orang yang bukan muhrimnya. Perbedaan dua ulama besar
ini seharusnya tidak menjadi pertentangan ditengah masyarakat yang sensitif
terhadap isu-isu agama.
Indonesia adalah negara yang membebaskan seluruh rakyatnya memeluk agama mana saja dan semua itu sudah diatur oleh UUD 1945. Masyarakat berhak memilih agama sesuai dengan hati dan kepercayaan mereka masing-masing. Lalu mengapa pemerintah mengatur tentang penggunaan cadar di kemenag ? pemerintah terlalu jauh mengatur tentang kebebasan beragama.
Cadar memang bukan budaya asli Indonesia, jadi
jarang masyarkat yang memakainya. Beda dengan sarung dan peci yang menjadi ikon
dari budaya Indonesia yang masyarakat sudah erat dengan itu. Cadar adalah
budaya Arab bukan budaya Islam. Kita mengadopsinya dari perempuan-perempuan
arab. Lalu mengapa perempuan muslim arab bercadar dan perempuan muslim
Indonesia cukup hanya dengan berhijab? Kultur budaya yang mempengaruhi
perbedaan itu. Islam di Arab dan Indonesia sangat berbeda. Islam memang lahir
ditanah Arab, tapi Islam berkembang dan besar di Indonesia. Kita tidak bisa
menyamakan Islam di Arab dan di Indonesia.
Polemik cadar akhir-akhir ini mendatangkan pro
kontra ditengah masyarakat kita yang mayoritas beragama Islam. Disatu sisi
cadar adalah hak asasi manusia, namun disisi lain cadar bukan budaya Islam,
apalagi budaya indonesia.
Cadar sudah dicap sebagai simbol radikalisme
oleh beberapa orang ditengah masyarakat kita. Hal itu bukan tanpa alasan ,
banyaknya teroris yang bercadar membuat berspekulasi bahwa setiap muslimah yang
bercadar adalah seorang teroris. Lalu apa benar seperti itu? Tentu kita tidak
bisa menjustifikasi orang bercadar adalah seorang teroris, meskipun pada
faktanya ada beberapa yang memang seperti itu.
Cadar bukan sebagai tolokukur ketaqwaan
seseorang. Kualitas keimanan seseorang tidak bisa diukur dari apa yang ia palai
dan apa yang ia katakan. Karena saat seseorang sudah menghadap sang pencipta
hanya ia dan Allah yang tahu. Cadar juga bukan sunnah. Cadar adalah budaya
arab?
Lalu mengapa ada wacana pelarangan cadar di
lingkungan kemenag? Tentu hal itu bulan tanpa alasan. Dibeberapa kampus negeri
pun ada kebijakan tentang pelarangan cadar dalam proses pembelajaran kampus.
Contohnya saja apabila ada seorang mahasiwi bercadar sedangkan dalam syarat tes
toefl atau imka harus menunjukkan foto pribadi guna menghindari joki. Dalam
lingkungan kemenag pun kurang lebih begitu, ada beberapa aturan yang harus
dipatuhi untuk kepentingan bersama.
Mengapa masyarakat begitu riuh ketika ada
wacana pelarangan cadar? Hal itu terjadi karena masyarakat kita sensitif
terhadap isu-isu tentang agama, apalagi tentang Islam. Jadi masyarakat kita
tergiring untuk menjustifikasi apa yang sudah diwacanakan menteri agama.
Padahal hal tersebut masih bersifat wacana dan masih perlu ada kajian-kajian
ulang. Karena kebanyakan masyarakat Islam di Indonesia hanya Islam keturunan,
jadi banyak yang menyalah artikan cadar sebagai sesuatu yang sunnah. Jangan
mudah terprovokasi oleh kaum-kaum yang tidak bertanggungjawab. Islam yang
dibudayakan atau budaya yang di Islamkan itu hal yang baik asal sesuai syariat,
dan tidak mencampuradukan mana yang sunnah dan mana yang budaya.
Komentar
Posting Komentar